Pemerintah Provinsi Bengkulu terus mendukung penanganan dan penanggulangan penyakit Tuberkulosis (TBC) di Provinsi Bengkulu.
Hal ini disampaikan Pj. Sekretaris Daersh Nandar Munadi usai Rapat Koordinasi Penanggulangan TBC di Provinsi Bengkulu, Rabu (20/9/2023) bersama Penabulu STPI sebuah organisasi non laba yang berfokus pada penurunan angka pasien TBC di Indonesia.
Disampaikan Nandar bahwa pada rapat ini merupakan sebuah sinergi antara Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui lembaga-lembaga terkait seperti Dinas kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas sosial, Baznas juga Pemerintah Kabupaten/Kota untuk lebih mengintensifkan penanganan pasien TBC di Provinsi Bengkulu.
“Mudah-mudahan dengan koordinasi ini akan dilanjutkan dengan koordinasi intensif dari masing-masing dengan pihak sub di Bengkulu untuk melakukan penanganan di lapangkan,” jelas Nandar.
Pj. Sekdaprov Bengkulu juga mengajak semua masyarakat untuk turut aktif, jika salah satu keluarganya atau dia sendiri mengalami gejala-gejala TBC untuk segera melakukan pemeriksaan di pusat kesehatan di daerahnya masing-masing. Nandar menyebutkan masih banyak masyarakat atau pasien yang masih enggan untuk memeriksakan kesehatannya padahal gejala-gejalanya sudah terlihat.
“Mudah-mudahan ke depan yang punya gejala-gejala penyakit Tuberkulosis ini mau diperiksa dan mau berobat, sehingga penanganannya akan lebih intensif,” minta Nandar.
Sementara itu Penabulu STPI- Manager Cabang Wilayah Tingkat Provinsi Bengkulu Merly Yuanda menjelaskan bahwa saat ini Penabulu STPI memiliki pelaksana program dan kurang lebih 30 relawan di Rejang Lebong dan Kota Bengkulu. Para relawan ini bertujuan untuk menemukan kasus Tuberkulosis, merujuk dan selanjutnya memastikan pengobatan hingga tuntas.
“Kita ditemukan ada yang terpapar TBC kita akan mendampingi dan kita memberikan support per bulan ada anggaran Rp 600 Ribu kita berikan, tugas kami adalah mengkoordinasikan ini ke Pemerintah Daerah yang tentunya perlu bersinergi dengan instansi-instansi terkait,” jelas Merly Yuanda.
Yuanda menyebutkan program ini telah berjalan selama 3 tahun, hingga tahun ini kurang lebih 1.469 kasus yang telah dirujuk dari 2 area program yakin Rejang Lebong dan Kota Bengkulu. Sedangkan yang sudah berhasil diobati berjumlah 17 orang. Menurutnya, akibat kultur budaya masih banyak masyarakat terindikasi TBC yang enggan untuk memeriksakan dirinya ke pusat kesehatan.
“Perbandingannya 1 orang bisa 20 orang yang terpapar, sedangkan pengobatannya butuh 6 sampai 8 bulan, kita berkoordinasi dengan Dinas Sosial, Baznas, ketika pasien ini ditemukan tidak mampu maka di asasmen untuk segera dibantu, karena kondisi miskin tidak mampu maka itu tugas kita bersama pemerintah daerah,” tutup Merly.