Pemerintah Indonesia terus mendorong peningkatan produksi minyak sawit—minyak nabati yang berasal dari buah pohon kelapa sawit—tanpa berupaya memastikan bahwa perusahaan domestik yang terlibat dalam berbagai tahapan produksi minyak sawit, mulai dari penanaman kelapa sawit hingga penyulingan, mematuhi undang-undang dan mekanisme sertifikasi kelapa sawit nasional.
Pemerintah telah gagal memenuhi kewajibannya terkait hak asasi manusia dan juga gagal memberikan pengawasan regulasi yang efektif terhadap perusahaan domestik.
Ketika di temui pada acara tani di kabupaten mukomuko ,ketua pembina Serikat Tani Bengkulu, Muspani SH MH, mengatakan ” Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengabaikan hak masyarakat atas standar hidup yang layak, hak atas properti, dan hak asasi masyarakat pedesaan yang tinggal di atau sekitar lahan-lahan yang dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit. Hal ini memicu ratusan konflik lahan, termasuk di wilayah-wilayah masyarakat yang terbentuk dari program transmigrasi yang disponsori pemerintah sejak puluhan tahun lalu,” ujar nya (28-09-2023)
Kerugian dari ekspansi perkebunan kelapa sawit tidak hanya berdampak pada masyarakat di komunitas ,Kurangnya perlindungan hak atas tanah masyarakat lokal,
Seiring berjalannya waktu, pemerintah juga memberikan konsesi untuk perkebunan kelapa sawit dan tanaman lainnya di wilayah yang sama.
Akibatnya, ” akses masyarakat ke tanah dan lingkungan tempat mereka menggantungkan mata pencarian mereka menjadi semakin terhambat, yang berujung pada kesulitan ekonomi dan perjuangan panjang masyarakat melawan industri kelapa sawit,”
Perusahaan bisnis, dalam hal ini perusahaan perkebunan kelapa sawit, belum menghormati hukum nasional, termasuk soal konsultasi dan pemberian kompensasi hak atas tanah.
“Mereka harus memenuhi tanggung jawab mereka untuk menghormati hak asasi manusia, bahkan ketika pemerintah sendiri gagal memenuhi tanggung jawabnya atau memantau kepatuhan mereka.,’ tutup muspani.(*)